Peganjaran adalah salah satu desa bagian dari Kecamatan Bae, terdiri dari enam dukuh yaitu Blender, Gambiran, Jatisari, Delingo, Gedangsewu, dan Jatisari Tempel. Terbagi menjadi 5 RW, yaitu: RW I: Dk. Delingo, RW II: Dk. Jatisari, RW III: Dk. Blender dan Gambiran, RW IV: Dk. Gedangsewu. RW V: Jatisari Tempel
Di sebelah utara berbatasan dengan desa Karangmalang (Gebog), sebelah barat dengan desa Gribig (Gebog), sebelah selatan dengan desa Bakalan Krapyak (Kaliwungu), dan sebelah timur dengan desa Panjang (Bae) dan Singocandi (Kota).
Letaknya memang tidak jauh dari pusat Kota Kudus, sehingga hal itupun mempengaruhi gaya hidup dan pola pikir masyarakat Desa Peganjaran. Kepala Desa Peganjaran Munaji mengatakan, kondisi masyarakat di sini termasuk masyarakat pinggiran. Karena dikatakan desa juga berada di dekat kota (termasuk masyarakat marginal) atau magersari.
”Masyarakat telah berpola pikir kota, meski tinggal di lingkup desa. Kebanyakan masyarakat sudah mandiri, tidak banyak menggantungkan. Tapi jika ada program pembangunan desa, juga tidak sulit untuk menggerakkan,” jelasnya.
Munaji yang mulai menjabat sejak 16 Desember 2013 itu menjelaskan, sejak memimpin, ia mulai menggerakkan kegiatan RW dan RT yang telah lama lesu. Misalnya menggalakkan lagi kegiatan kerja bakti, perbaikan jalan, serta saluran air. Masyarakat juga sangat membantu, baik dalam bentuk tenaga maupun material.
Bentuk kemandirian masyarakat terwujud dalam kegiatan RT. Misalnya tiap RT dan RW mengadakan jimpitan sukarela. Ada yang setiap hari, maupun mingguan. Dari uang iuran itu, akhirnya mereka punya kas sendiri. Kas itu dialokasikan untuk membeli kursi, tratak, sound system. Karena barang-barang itulah pasti dibutuhkan warga. Untuk warga bisa pinjam gratis, hanya membayar tenaga dan transportasi angkut saja.
Munaji yang lahir dan besar di Peganjaran mengungkapkan, keunggulan atau potensi dari Desa Peganjaran belum bisa dipastikan. Tapi sejauh ini yang sudah berjalan adalah UMKM tas, dan dari perkebunannya adalah mangga. Tas lah yang saat ini sebagai home industry yang berkembang pesat. Meski belum menjadi sentra seperti Desa Loram, tapi melihat pertumbuhannya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Terlihat dari tumbuhnya beberapa pengusaha baru serta diikuti pertambahan jumlah tenaga kerja.
”Saat ini tercatat sudah ada empat RW yang mengelola home industry tas, tiap RW terdapat 30 usaha. Biasanya pesanan melonjak pada saat tahun ajaran baru. Karena memenuhi permintaan untuk keperluan sekolah,” katanya.
Ia mengatakan, kendala yang ditemui UMKM adalah pada saat melonjaknya permintaan akan tas. Dari pihak pengusaha sering mengeluhkan kekurangan modal, untuk belanja bahan baku dan mencari pekerja. Untuk mengatasi kendala tersebut, pihak pemerintah desa (Pemdes) pun berupaya membantu dengan cara memfasilitasi kegiatan pelatihan pembuatan tas sekolah, kerja, dan lainnya. Serta memudahkan memberikan surat keterangan bagi para pengusaha yang ingin mengajukan pinjaman pada bank.
”Sebenarnya terdapat beberapa UMKM yang berjalan di Desa Peganjaran, tapi kondisinya nampak lesu. Misalnya konveksi, bordir, dan jajanan rengginang. Yang masih bertahan dan menunjukkan kesuksesannya ya usaha tas dan mangga. Untuk mangga sudah bisa memenuhi pesanan hingga luar desa bahkan kabupaten,” terangnya.
Mangga yang menjadi andalan Peganjaran adalah jenis gadung dan arum manis. Selain para warga menanam sendiri, para pengusaha juga bertindak sebagai pengepul mangga dari beberapa dukuh di sini dan sekitar Kudus. Di Peganjaran ada 4 pengusaha mangga, yang sudah besar.
Desa yang memiliki 1183 Kepala Keluarga ini, memang kondisi jumlah petani tidak sebanyak para pelaku home industry. Karena memang di Desa Peganjaran, profesi petani tidak dijadikan warganya sebagai penghasilan utama.
”Bertani hanya menjadi sambilan, di sela-sela mereka membuka usaha atau menjadi buruh lepas. Saat ini terhitung ada sekitar 40 petani saja yang aktif,” imbuhnya.
Sumber: Murianews.com
Rabu, 24 Mei 2017
Pemuda Getassrabi Bentuk Komunitas Kartun
Sejumlah pemuda di Desa Getassrabi, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, menginisiasi pembentukan sebuah komunitas kreatif, Sabtu (11/3/2017). Mereka menyebut diri sebagai komunitas Kartunis Srabilor.
Nama Srabilor diambil untuk mengabadikan tempat kelahiran, yaitu Dukuh Srabi Lor. Pembentukan komunitas tersebut dilaksanakan sesaat setelah kegiatan “Ngartun Bareng Arif Srabilor” di Pondok Al Manshur.
Pelatihan kartun yang digagas pemuda desa itu menghadirkan kartunis muda dari Semarang Cartoon Club (SECAC), Abdul Arif. Arif yang juga putra kelahiran Desa Getassrabi ikut membidani kelahiran komunitas.
“Banyak peluang yang bisa diambil dari kesenian kartun. Bahkan event pameran dan lomba tingkat nasional maupun internasional selalu terbuka tiap bulan,” kata Arif seperti dalam rilis yang diterima MuriaNewsCom.
Arif melihat, anak muda di desanya memiliki potensi yang sangat besar. Sejauh ini, kata dia, kegiatan yang menampung kreativitas anak-anak muda masih minim.
“Jujur saja, banyak waktu luang remaja yang terlewat sia-sia. Sejumlah anak bahkan putus sekolah dan memilih bekerja. Semoga dengan adanya komunitas ini kreativitas mereka bisa diwadahi,” imbuh alumnus Pendidikan Matematika UIN Walisongo itu.
Arif dan rekan-rekannya memilih kesenian kartun karena lebih mudah dipelajari. Kartun, kata dia, sudah familiar di kalangan remaja. Dengan demikian tidak sulit mengajak para remaja untuk bergabung.
Selain itu, lanjut Arif, kesenian kartun juga memiliki nilai ekonomis. Seni kartun bisa diaplikasikan dalam berbagai media. Misalnya kaus lukis dan suvenir lainnya. Karya kartun juga bisa dijual ke media massa nasional maupun internasional.
Arif berharap, kegiatan ngartun bisa menjadi alternatif bagi remaja di desanya untuk menghasilkan uang. Dia menyadari, mayoritas warga di kampungnya adalah buruh pabrik rokok dan pekerja bangunan dengan penghasilan pas-pasan. Bahkan tak sedikit anak yang putus sekolah.”Ke depan kami berharap bisa membuat banyak kegiatan untuk anak-anak muda. Seperti kegiatan literasi dan lain sebagainya,” katanya.
Koordinator pelatihan Fatkhur Rochim mengatakan, setelah komunitas tersebut pihaknya akan mengadendakan sejumlah kegiatan. Di antaranya kegiatan rutin ngartun bareng dan aktif mengikuti pameran dan kontes internasional.”Kami juga mengagendakan safari kartun ke Kota Semarang, menyambangi SECAC untuk mengenal lebih dekat tentang kartun,” katanya.
Sumber: Murianews/Kholistiono
Nama Srabilor diambil untuk mengabadikan tempat kelahiran, yaitu Dukuh Srabi Lor. Pembentukan komunitas tersebut dilaksanakan sesaat setelah kegiatan “Ngartun Bareng Arif Srabilor” di Pondok Al Manshur.
Pelatihan kartun yang digagas pemuda desa itu menghadirkan kartunis muda dari Semarang Cartoon Club (SECAC), Abdul Arif. Arif yang juga putra kelahiran Desa Getassrabi ikut membidani kelahiran komunitas.
“Banyak peluang yang bisa diambil dari kesenian kartun. Bahkan event pameran dan lomba tingkat nasional maupun internasional selalu terbuka tiap bulan,” kata Arif seperti dalam rilis yang diterima MuriaNewsCom.
Arif melihat, anak muda di desanya memiliki potensi yang sangat besar. Sejauh ini, kata dia, kegiatan yang menampung kreativitas anak-anak muda masih minim.
“Jujur saja, banyak waktu luang remaja yang terlewat sia-sia. Sejumlah anak bahkan putus sekolah dan memilih bekerja. Semoga dengan adanya komunitas ini kreativitas mereka bisa diwadahi,” imbuh alumnus Pendidikan Matematika UIN Walisongo itu.
Arif dan rekan-rekannya memilih kesenian kartun karena lebih mudah dipelajari. Kartun, kata dia, sudah familiar di kalangan remaja. Dengan demikian tidak sulit mengajak para remaja untuk bergabung.
Selain itu, lanjut Arif, kesenian kartun juga memiliki nilai ekonomis. Seni kartun bisa diaplikasikan dalam berbagai media. Misalnya kaus lukis dan suvenir lainnya. Karya kartun juga bisa dijual ke media massa nasional maupun internasional.
Arif berharap, kegiatan ngartun bisa menjadi alternatif bagi remaja di desanya untuk menghasilkan uang. Dia menyadari, mayoritas warga di kampungnya adalah buruh pabrik rokok dan pekerja bangunan dengan penghasilan pas-pasan. Bahkan tak sedikit anak yang putus sekolah.”Ke depan kami berharap bisa membuat banyak kegiatan untuk anak-anak muda. Seperti kegiatan literasi dan lain sebagainya,” katanya.
Koordinator pelatihan Fatkhur Rochim mengatakan, setelah komunitas tersebut pihaknya akan mengadendakan sejumlah kegiatan. Di antaranya kegiatan rutin ngartun bareng dan aktif mengikuti pameran dan kontes internasional.”Kami juga mengagendakan safari kartun ke Kota Semarang, menyambangi SECAC untuk mengenal lebih dekat tentang kartun,” katanya.
Sumber: Murianews/Kholistiono
Grebeg Apeman di Makam Mbah Gareng Undaan
Beberapa gunungan yang di antaranya berisi apem, terlihat dipikul beberapa orang untuk diarak menuju makam Syeh Abdullah Gareng. Tampak juga gunungan lain berisi buah-buahan, sayuran dan hasil pertanian juga dibawa dalam kegiatan Grebek Apeman Desa Undaan Lor, Kecamatan Undaan, Kudus.
Setelah berada di depan makam Syeh Abdullah Gareng, kesembilan gunungan tersebut ditempatkan di halaman makam untuk didoakan. Terlihat ratusan warga sudah berkumpul di area setempat. Saat doa yang dipimpin Datuk KH Moch Sokram belum usai, masyarakat yang berada di lokasi segera berebut isi gunungan. Tidak hanya masyarakat dewasa, puluhan anak-anak pun telihat ikut berjibaku mendapatkan apem dan isi gunungan lainnya.
Satu di antara masyarakat yang ikut berebut gunungan, yakni Nafisah (25). Dia tampak semringah setelah mendapatkan 12 apem dan beberapa ikat padi. Dengan menggendong anak laki-lakinya, kepada Seputarkudus.com dia mengaku ikut berebut apem karena anaknya yang meminta. Menurutnya, beberapa hari sebelum pelaksanaan Grebek Apeman, Fadil Murtadho (5), anak Nafisah, rewel ingin ikut kegiatan.
“Fadil yang ingin ngajak terus. Dia ingin cari jajan,” tuturnya sambil membawa ikat padi dan apem yang masih terbungkus plastik, Minggu (21/5/2017).
Menurutnya, empat kali pelaksanaan kegiatan Gerebek Apeman, dirinya selalu tidak ketinggalan. Apem yang didapatnya, akan dikonsumsi. Sedangkan beberapa ikat padi akan ditanamnya di lahan sawah miliknya. “Semoga mendapatkan berkah,” tambahnya.
Panitia Grebek Apeman Muhammad Rois (35) mengungkapkan, kegiatan tahunan Grebek Apeman dilaksanakan sejak tahun 2014. Menurutnya, sebelum bernama Grebek Apeman dulunya bernama Kirab Apeman. “Kegiatan ini sudah dilakukan empat kali. Dan hari ini namanya dirubah menjadi Grebek Apeman,” ungkapnya.
Kegiatan tahunan yang dilaksanakan di setiap bulan Ruwah menurutnya diikuti masyarakat Desa Undaan Lor, Kecamatan Undaan dan masyarakat sekitar. Terdapat sembilan gunungan di mana tiga di antaranya berisi apem yang dihias. Selebihnya berisi buah-buahan, sayur dan hasil pertanian yang ada di Undaan Lor. “Gunungannya juga ada yang berisi jajanan pasar dan ingkung (ayam),” jelasnya.
Menurutnya, apem yang disusun menjadi tiga gunungan yakni sejumlah 3.000 lebih. Dia menjelaskan, setiap gang di Desa Undaan Lor diberi tanggung jawab untuk membuat apem 100 buah. “Jumlah gang ada 32, setiap kampungnya (gang) diberi jatah membuat 100 buah apem,” tambahnya.
Menurutnya, gunungan berisi apem diarak dari Gang 3 Masjid Baitussalam melewati Balai Desa Undaan Lor. Setelah itu menuju Masjid Jami’ Baitul Mu’minin di Gang 24. Rois mengungkapkan, para peserta kirab juga mengunjungi makam Kiai Idris dan Kiai Zuhri Ma’no yang makamnya satu lokasi dengan Masjid Jami’ Baitul Mu’minin. “Setelah itu kirab berakhir di makam Syeh Abdullah atau Mbah Gareng,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Desa Undaan Lor Edy Pranoto menuturkan, tradisi apeman sudah ada sejak zaman dulu yang dilakukan umat Islam. Menurutnya kegiatan tersebut dilakukan di bulan Ruwah menjelang bulan Ramadan. “Selain untuk melestarikan budaya, juga untuk mempersatukan seluruh masyarakat di Desa Undaan Lor,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, menjelang bulan Ramadan, tradisi masyarakat Desa Undaan Lor dari zaman dahulu memang sudah membuat apem. Namun adanya apem tersebut tidak dibuat kirab melainkan hanya acara doa biasa. Saat menjabat sebagai kepala desa, dirinya inisiatif membuat sebuah kegiatan kirab.
“Kata Apem berasal dari kata afuan atau afuwwu yang berarti ampunan. Oleh lidah orang Jawa menjadi Apem, ” jelasnya.
Sumber: Imam arwindra/seputarkudus.com
Setelah berada di depan makam Syeh Abdullah Gareng, kesembilan gunungan tersebut ditempatkan di halaman makam untuk didoakan. Terlihat ratusan warga sudah berkumpul di area setempat. Saat doa yang dipimpin Datuk KH Moch Sokram belum usai, masyarakat yang berada di lokasi segera berebut isi gunungan. Tidak hanya masyarakat dewasa, puluhan anak-anak pun telihat ikut berjibaku mendapatkan apem dan isi gunungan lainnya.
Satu di antara masyarakat yang ikut berebut gunungan, yakni Nafisah (25). Dia tampak semringah setelah mendapatkan 12 apem dan beberapa ikat padi. Dengan menggendong anak laki-lakinya, kepada Seputarkudus.com dia mengaku ikut berebut apem karena anaknya yang meminta. Menurutnya, beberapa hari sebelum pelaksanaan Grebek Apeman, Fadil Murtadho (5), anak Nafisah, rewel ingin ikut kegiatan.
“Fadil yang ingin ngajak terus. Dia ingin cari jajan,” tuturnya sambil membawa ikat padi dan apem yang masih terbungkus plastik, Minggu (21/5/2017).
Menurutnya, empat kali pelaksanaan kegiatan Gerebek Apeman, dirinya selalu tidak ketinggalan. Apem yang didapatnya, akan dikonsumsi. Sedangkan beberapa ikat padi akan ditanamnya di lahan sawah miliknya. “Semoga mendapatkan berkah,” tambahnya.
Panitia Grebek Apeman Muhammad Rois (35) mengungkapkan, kegiatan tahunan Grebek Apeman dilaksanakan sejak tahun 2014. Menurutnya, sebelum bernama Grebek Apeman dulunya bernama Kirab Apeman. “Kegiatan ini sudah dilakukan empat kali. Dan hari ini namanya dirubah menjadi Grebek Apeman,” ungkapnya.
Kegiatan tahunan yang dilaksanakan di setiap bulan Ruwah menurutnya diikuti masyarakat Desa Undaan Lor, Kecamatan Undaan dan masyarakat sekitar. Terdapat sembilan gunungan di mana tiga di antaranya berisi apem yang dihias. Selebihnya berisi buah-buahan, sayur dan hasil pertanian yang ada di Undaan Lor. “Gunungannya juga ada yang berisi jajanan pasar dan ingkung (ayam),” jelasnya.
Menurutnya, apem yang disusun menjadi tiga gunungan yakni sejumlah 3.000 lebih. Dia menjelaskan, setiap gang di Desa Undaan Lor diberi tanggung jawab untuk membuat apem 100 buah. “Jumlah gang ada 32, setiap kampungnya (gang) diberi jatah membuat 100 buah apem,” tambahnya.
Menurutnya, gunungan berisi apem diarak dari Gang 3 Masjid Baitussalam melewati Balai Desa Undaan Lor. Setelah itu menuju Masjid Jami’ Baitul Mu’minin di Gang 24. Rois mengungkapkan, para peserta kirab juga mengunjungi makam Kiai Idris dan Kiai Zuhri Ma’no yang makamnya satu lokasi dengan Masjid Jami’ Baitul Mu’minin. “Setelah itu kirab berakhir di makam Syeh Abdullah atau Mbah Gareng,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Desa Undaan Lor Edy Pranoto menuturkan, tradisi apeman sudah ada sejak zaman dulu yang dilakukan umat Islam. Menurutnya kegiatan tersebut dilakukan di bulan Ruwah menjelang bulan Ramadan. “Selain untuk melestarikan budaya, juga untuk mempersatukan seluruh masyarakat di Desa Undaan Lor,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, menjelang bulan Ramadan, tradisi masyarakat Desa Undaan Lor dari zaman dahulu memang sudah membuat apem. Namun adanya apem tersebut tidak dibuat kirab melainkan hanya acara doa biasa. Saat menjabat sebagai kepala desa, dirinya inisiatif membuat sebuah kegiatan kirab.
“Kata Apem berasal dari kata afuan atau afuwwu yang berarti ampunan. Oleh lidah orang Jawa menjadi Apem, ” jelasnya.
Sumber: Imam arwindra/seputarkudus.com
Langganan:
Postingan (Atom)